Optimalkan

Potensi Si Kecil

Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini, mengatakan bahwa bakat bukanlah takdir yang muncul bersamaan saat anak lahir ke dunia. Perlu berbagai pengalaman dan eksplorasi yang dilakukan sejak pendidikan usia dini (PAUD) untuk dapat mengenali minat dan bakat.

 

Anak harus diberi ruang eksplorasi sebanyak mungkin agar memiliki banyak pengalaman dan pilihan dalam mengembangkan minat. Ketika sudah memasuki Sekolah Menengah Atas, akan lebih siap dalam memilih apa yang menjadi minat dan perhatiannya.

 

Menurut Najelaa, orangtua dan pendidik tidak perlu membentuk minat anak dengan mengarahkan harus bisa pada bidang tertentu. Anak yang diberi kebebasan dalam mengeksplorasi banyak hal akan lebih mudah mengenali minat dan bakatnya.

 

"Minat bakat anak itu bukan dites oleh orang lain tapi anak perlu dikasih ruang untuk bisa mengenali minatnya sendiri, agar dia bisa mendapat pengalaman dan menentukan apa yang paling disuka dan paling cocok untuk dirinya," kata Najelaa.

 

Lebih lanjut, Najelaa mengatakan anak-anak perlu melewati berbagai proses untuk bisa menentukan apa yang paling diminati. Pengalaman ini pun tidak bisa didapat hanya dalam waktu 1-2 bulan.

 

Selain itu, orangtua juga diharapkan bisa menerima aspirasi sang anak dalam menentukan cita-citanya dan tidak membandingkan dengan anak lain. "Tugas kita adalah membuat anak-anak ini punya aspirasi tinggi dan cita-cita yang beragam," ujar Najelaa.

FREEPIK

Kognitif dan motorik

Dokter Margareta Komalasari, SpA menjelaskan bahwa dulu terdapat pandangan yang mengasumsikan bahwa kemampuan motorik dan kognitif berkembang secara terpisah. Akan tetapi, semakin banyak penelitian di masa modern ini yang justru menunjukkan bahwa perkembangan kognitif dan motorik anak-anak terkait erat.

 

Menurut dia, salah satu bentuk intervensi yang penting untuk dilakukan untuk mengoptimalkan tumbuh kembang si kecil saat berada dalam periode penting adalah melalui intervensi nutrisi. Seperti asupan yang mengandung FOS:GOS, Omega 3, Omega 6 dan DHA yang baik untuk perkembangan kognitif anak.

 

“Penelitian menunjukkan bahwa daya tahan tubuh yang baik dapat membantu anak untuk mengembangkan keterampilan motorik halus 26 persen lebih baik dan memiliki nilai kognitif tiga poin lebih tinggi,” kata dr Margareta dalam ajang seminar virtual.

 

Selain intervensi nutrisi, untuk membantu si kecil mengembangkan keterampilan motorik dan kognitifnya secara lebih optimal hingga usia 8 tahun, juga diperlukan intervensi stimulasi.

 

Saskhya Aulia Prima, psikolog anak dan keluarga sekaligus pendiri Tiga Generasi menjelaskan bahwa untuk membesarkan anak yang berjiwa pemenang, sang ibu juga perlu untuk memiliki pola pikir sebagai The Winning Mom (Mama Pemenang), yaitu sosok mama yang tergerak untuk terus belajar dan menerapkan pendekatan parenting yang berkembang seiring waktu dan berorientasi masa depan.

 

“Agar anak dapat memiliki jiwa pemenang yang percaya diri dalam menghadapi tantangan di masa depan, sebagai The Winning Mom, kita perlu melakukan stimulasi sejak dini terutama mengoptimalkan periode sensitif yaitu usia 0-8 tahun dengan memberikan stimulasi yang tepat,” jelas dia.

Tugas kita adalah membuat anak-anak ini punya aspirasi tinggi dan cita-cita yang beragam.

Lakukan langkah tepat sepanjang periode penting buah hati.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, kehidupan semakin diwarnai dengan tantangan dan tingkat persaingan tinggi. Orang tua pun membesarkan anak-anak mereka dengan harapan agar anak-anaknya dapat tumbuh dan berkembang menjadi pemenang yang dicintai serta berpandangan terbuka dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan baru di masa depan. Karenanya, setiap orang tua perlu menyiapkan bekal dan memaksimalkan potensi si kecil sampai mereka menginjak usia 8 tahun atau dikenal sebagai periode penting.

 

Tasya Kamila yang merupakan seorang selebriti sekaligus ibu dari satu orang anak bercerita bahwa di awal perjalanannya sebagai ibu, dia memiliki keinginan agar sang buah hati bisa mendapat bekal terbaik dan menjadi yang terbaik. Ia pun memiliki kecemasan mengingat kehidupan terus berkembang dengan persaingan yang kian tinggi.

 

“Sekarang aku mulai mengerti bahwa saya dan suami ingin Arrasya menjadi sosok pemenang yang dicintai dan dihargai sesama, bukan sekadar yang terbaik. Karenanya saya menerapkan pendekatan parenting yang memungkinkan saya untuk memberikan bekal yang sesuai dengan kebutuhan Arrasya di setiap tahapan pertumbuhannya,” kata Tasya.

 

Tidak hanya itu, ia juga terus membuka diri untuk mempelajari hal-hal baru termasuk memastikan akan kecukupan nutrisi dan stimulasi pada anak. Selain memberikan asupan nutrisi yang cukup dan membantu meningkatkan imunitas dan baik untuk perkembangan kognitif buah hati, ia juga mempelajari  sejumlah inovasi yang menjawab kebutuhannya sebagai seorang ibu. “Itu semua aku lakukan agar anak aku, Arrasya, bisa tumbuh dan berkembang menjadi pemenang yang dicintai,” kata dia.

 

Bagi pakar pendidikan Najelaa Shihab, minat dan bakat anak akan tumbuh seiring dengan eksplorasi yang dilakukan sejak usia dini. "Ini proses yang amat sangat jangka panjang, ada minat yang muncul dari eksplorasi dan baru muncul di tingkat sekolah menengah, ada juga yang tumbuh sejak usia dini, ada yang butuh paparan dulu baru bakatnya semakin kuat," ujar Najelaa dalam diskusi daring yang berlangsung pekan lalu.

Salah satu stimulasi yang direkomendasikan adalah delapan keterampilan pemenang alias Eight Winning Skills yang merupakan stimulasi yang dikembangkan oleh Nutrilon Royal bersama dengan sejumlah ahli tumbuh kembang anak dan juga dokter anak ini dapat menjadi salah satu alat bantu untuk mempersiapkan si kecil menghadapi kehidupan bermasyarakat yang dinamis dan berubah dengan cepat di masa depan, yaitu pemenang yang memiliki pemikiran yang dibutuhkan untuk memimpin kemajuan teknologi. Apa saja keterampilan pemenang yang dibutuhkan si kecil?

freepik

ryan franco/unsplash

Freepik

Delapan Keterampilan Pemenang

Redam Tantrum Anak

1. Perhatian

Kemampuan untuk mengarahkan perhatian terhadap sesuatu.

2. Fokus

Kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu yang dimulai sampai akhir.

3. Memori

Kemampuan mengingat dengan baik seperti peristiwa, benda atau orang.

4. Bahasa

Kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan bahasa yang tepat.

8. Ambil keputusan

Kemampuan untuk mengambil keputusan berdasarkan analisis yang telah dilakukan.

5. Psikomotorik

Keterampilan jasmani dan berhubungan dengan aktivitas fisik.

6. Logika

Kemampuan untuk menganalisis informasi.

7. Reasoning

Kemampuan untuk memahami dan membangun proses berpikir.

robert collins/unsplash

Anak-anak terkadang memang mengalami ledakan emosi atau tantrum. Lazimnya, tantrum ditandai dengan menangis, menjerit, berteriak, dan menolak segala upaya orang lain untuk menenangkan.

 

Psikolog Marsha Tengker menyampaikan cukup normal jika hal tersebut terjadi pada anak. Perempuan yang akrab disapa Caca Tengker itu mencermati, ada anak yang lebih sering mengalaminya daripada anak lain.

 

"Kalau sering tidak bisa disalahkan karena ada anak yang intensitas emosinya lebih besar dan meluap-luap. Anak yang usianya lebih kecil juga sulit memahami emosi yang dia rasakan," ucapnya.

 

Caca yang dikenal sebagai mom influencer mengatakan bisa jadi anak merasakan emosi marah, sedih, takut, atau campuran dari semuanya. Karena anak tidak memahami perasaan itu dan tidak mengetahui cara mengelolanya, maka terjadilah tantrum.

 

Sebagian orang tua mungkin merasa bingung saat ledakan emosi anak terjadi. Caca yang merupakan principal of adult and family psychologist di Tentang Anak membagikan saran untuk menghadapi situasi tersebut.

 

Dia memberikan kiat mudah yang disingkat menjadi HALT, yakni hungry, angry, lonely, tired. Artinya, ketika anak tantrum, orang tua bisa mengecek apakah anak merasa lapar, marah, kesepian, atau lelah.

Jika sudah teridentifikasi, cara mengatasinya bisa dengan memberikan solusi atas kondisi yang ada. Selain itu, orang tua perlu melakukan validasi terhadap emosi anak, kemudian mencoba menenangkan anak.

 

Untuk itu, orang tua perlu memahami berbagai emosi yang bisa dirasakan anak. Orang tua sebaiknya tidak menolak emosi tertentu atau melarang anak untuk merasakannya, sebab emosi tidak bersifat positif dan negatif. Alih-alih menolak, ajari anak cara mengelola emosinya.

 

"Sepanjang tantrum, temani anak biar anak tidak merasa sendirian dengan perasaannya. Terkadang yang menakutkan bukan perasaannya, tapi merasa sendirian dengan perasaan besar yang dia alami," kata Caca.

 

Psikolog anak Grace Sameve mewanti-wanti orang tua mengenai pentingnya memahami emosi yang dirasakan buah hati. Setelah ayah dan bunda paham, mereka bisa lebih bijak saat mendampingi anak di berbagai situasi.

 

Grace mengingatkan bahwa setiap anak terlahir dengan kapasitas untuk merasakan emosi. Sejumlah emosi dasar yang paling umum dirasakan anak adalah senang, sedih, marah, dan takut. Sayangnya, masih ada salah persepsi terkait pemahaman emosi anak.

 

Salah satunya adalah kebiasaan melabeli suatu emosi identik dengan gender atau jenis kelamin tertentu. Misalnya, hanya anak perempuan yang boleh menangis karena sedih, atau pandangan bahwa anak laki-laki harus pemberani sehingga akan memalukan jika merasa takut.

 

Berdasarkan penjelasan Grace, hal tersebut tidak benar. "Tidak ada emosi yang salah, walau mungkin reaksi yang muncul tidak menyenangkan. Emosi tidak berbasis gender, semua anak boleh mengalami dan merasakannya," ungkap Grace.

top